
Menjadi penjual siomay keliling dengan pakaian dan aksesori
serba pink membuat Sriyono terkenal, terutama di dunia maya. Mantan miliarder
itu juga pernah menjadi bintang tamu di sebuah stasiun televisi. Bahkan, ada
yang menawari bermain sinetron. Semua itu dia lakukan demi bisa bertemu
anaknya.
Minggu lalu (16/1) INDOPOS menelusuri rute jualan Sriyono di
kawasan kelas menengah ke atas di Jalan Gandaria Tengah, Jakarta Selatan, tak
ada orang yang tahu namanya. Tapi, ketika disebut nama Siomay Pink (barang dagangan
Sriyono), kebanyakan warga yang ditemui mengenali. Mulai sopir bemo, satpam,
tukang ojek, hingga anak-anak.
Siomay Pink juga menjadi identitas pria asal Klaten, Jawa
Tengah, itu di dunia maya. Mesin pencari Google menyebut 83.500 hasil yang
merujuk pada usaha siomay yang dijalankan Sriyono sambil berkeliling di atas
sepeda pink.
Sriyono menjadi topik hangat di kalangan komunitas
entrepreneur. Sebab, selain berjualan dengan kostum dan perlengkapan mencolok
serbapink, kegigihannya dalam berwirausaha menjadi inspirasi tersendiri.
’’Mungkin karena saya dianggap nyentrik. Itu saja. Tapi,
entahlah, saya nikmati saja momen-momen ini,’’ ujarnya sambil melayani
pelanggan. Dia pun meracik bumbu siomay dari panci pink yang terikat di
belakang sepeda pink yang telah dimodifikasi dengan sejumlah kotak kayu yang
juga berwarna pink. Di depan sepeda itu terdapat dua keranjang pink dengan dua
teddy bear pink terduduk di dalamnya.
Sriyono juga mengenakan kaus pink, bercelana pendek pink,
topi pink, serta jam dan bahkan anting pink Namun, di balik penampilan nyentrik
itu, tersimpan kisah perjuangan hidup yang cukup berliku.
Kisah sukses Sriyono dimulai pada 1969 ketika pria kelahiran
Klaten, 21 Juli 1954, tersebut merantau ke Jakarta untuk menjadi sales mobil.
Ketika itu, tiba-tiba saja dia sangat gemar pada siomay dan memutuskan untuk
belajar cara membuat makanan itu. Dia lantas berguru pada seorang keturunan
Tiongkok asal Pulau Bangka.
Dialah yang mengajari Sriyono membuat siomay. Setahun penuh
Sriyono bekerja tanpa digaji untuk mendapatkan resep rahasia sang penjual
siomay itu. Beberapa tahun kemudian, sang guru meninggal dan mewariskan usaha
Siomay kepada Sriyono. Pada 1980-an, Sriyono memberanikan diri memulai usaha
siomay keliling di Jakarta dengan modal patungan dengan beberapa teman.

Berbagai cara ditempuh untuk membesarkan usaha tersebut.
Mulai membikin armada siomay sepeda keliling sampai mendirikan warung-warung
kecil. Puncak sukses diraih pada 1996 ketika dirinya berhasil membuat outlet di
salah satu mal elite di ibu kota, yakni Plaza Senayan.
Sriyono adalah pendiri dan pemilik outlet Siomay Senayan
dengan beberapa cabang. Pendapatan bisnisnya ketika itu mencapai Rp 2 miliar
per tahun. Dia menikmati sukses berjualan siomay dengan berstatus bujangan. Sriyono
mengenang, tinggal di ibu kota dengan duit melimpah ketika itu bagai hidup di
surga.
Bahkan, bisnisnya sangat kuat sehingga ketika krisis 1998
menerpa modalnya tidak berkurang. Tapi, dia justru masih bisa mendirikan outlet
di beberapa tempat lain. April 1999, Sriyono memutuskan untuk mengakhiri masa
lajang dan menikahi putri seorang polisi.
Pernikahan yang tidak direstui orang tua sang istri itu
kemudian menjadi bom waktu bagi kehidupan Sriyono. Pertengkaran demi
pertengkaran pun terus muncul sehingga konsentrasi Sriyono pada bisnisnya mulai
berkurang.
Ketika itu, dia menjadi satu-satunya pengusaha siomay yang
meneken kontrak dengan gerai waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC). Dia
menyuplai siomay di puluhan gerai KFC di Jakarta yang ketika itu memiliki menu
khusus siomay.
Namun, persoalan rumah tangga yang tak kunjung selesai
pelan-pelan membuat manajemen bisnisnya kolaps. Akhirnya, Sriyono terpaksa
menjual hak paten Siomay Senayan dan usahanya pun gulung tikar. Awal 2004,
setelah 4 tahun 7 bulan berumah tangga dan dikarunia dua anak, yakni Peksi
Safira Miradalita (kini 11 tahun) dan Pramesti Dewi Angelita (kini 10 tahun),
sang istri menggugat cerai Sriyono. ’’Saya ingat. (Saat itu) hanya baju yang
melekat di badan yang saya miliki,’’ kenangnya sambil menerawang.
Setelah perceraian, sang istri kemudian mengasingkan diri
dan membawa serta dua anak Sriyono. Sejak itu dia pun tidak pernah lagi bertemu
dua buah hatinya. Dalam kondisi bangkrut, Sriyono sempat ditampung mantan
rekan-rekan bisnisnya.
Dia pun sempat mendapat bantuan modal dan berusaha merintis
lagi usaha siomay kelilingnya mulai nol dengan konsep awal, yakni belasan
armada siomay keliling. Tapi, pada 2008, usaha itu lagi-lagi bangkrut. ’’Saya
selalu ingat anak saya dan rindu yang tidak tertahan membuat saya sulit
berkonsentrasi,’’ katanya. Kegagalan kali ini membuat Sriyono tertekan.
Dia pun memilih menjadi gelandangan dan tinggal di jalanan
kotakota Jakarta. Tiap malam, dia tidur berpindah- pindah, dari halte bus ke
kolong jembatan dan dari pinggir jalan ke masjidmasjid. Hingga 2009, Sriyono
memilih menetap di Masjid Al Bina di kawasan Senayan.
Setelah beberapa minggu tinggal di sana, tiba-tiba dia
mendapat bantuan modal dari seorang jamaah pengajian yang mengetahui latar
belakang dirinya sebagai pengusaha siomay. ’’Waktu itu saya diberi modal Rp 1
juta untuk memulai bisnis lagi,’’ katanya.
Awal 2010, Sriyono pun sudah memiliki gerai siomay di mal
Pasaraya Blok M yang bernama Siomay Maestro. Namun, lagi-lagi karena tinggal
kesepian dan rindu kepada dua buah hatinya, konsentrasinya dalam berbisnis
terganggu. Dia pun kembali bangkrut. Sampai saat ini, Sriyono masih berutang
kepada manajemen Pasaraya Rp 13 juta.
Di ambang keputusasaan, sebulan menjelang bulan puasa 2010,
dia memutar otak dan mendapat ide brilian. Yakni, kembali memulai usaha siomay
keliling, tapi dengan tampilan yang eksentrik.
Diharapkan, ketika dia menjadi eksentrik, sang anak akan
mengetahui dan dirinya dapat bersua dua buah hatinya setelah lima tahun
berpisah tanpa kabar itu. Sriyono pun memutuskan mengenakan warna pink sebagai
seragam berjualan. Pernak-pernik pink pun dikenakan untuk berdagang keliling.
Dia juga berusaha tampil di setiap momentum di mana publik
Jakarta banyak yang berkumpul. Sriyono akhirnya dijuluki ’’maskot’’ dalam even
Hari Bebas Kendaraan alias Car Free Day yang diberlakukan sebulan sekali di jalan
protokol Jakarta. ’’Semakin banyak orang yang kenal saya, kesempatan untuk
bertemu kembali dengan anak saya semakin besar,’’ katanya.
Tapi, usaha tampil nyeleneh itu tidak semudah yang dia
bayangkan. Setiap hari, bahkan sampai sekarang, Sriyono harus rela menjadi
bahan ejekan orang-orang yang lewat. Tak jarang perkataan mereka sangat pedas
dan menusuk hati. Tak sedikit yang mengira Sriyono adalah seorang waria yang
nyambi berjualan siomay saat siang dan ’’berpraktik’’ saat malam.
Tapi, demi menemukan sang anak, hinaan dan cacian itu
ditanggapi dengan se-nyum dan hati ikhlas. Bahkan, kini dia sudah memiliki 34
kaus pink, 18 pasang sandal pink, 12 topi pink, 3 jam pink, 3 pasang kacamata
pink, kalung pink braces, anting-anting pink, dan tiga pasang sepatu pink.
Upaya tampil eksentrik itu membuahkan hasil ketika dirinya
muncul sebagai topik di Twitter dan BlackBerry Messenger. Popularitasnya
menanjak ketika kisah usahanya dipublikasikan di situs kaskus.us.
Pertengahan Desember 2010, sebuah koran berbahasa Inggris di
Jakarta memuat foto Sriyono dengan full aksesori pink. Hasilnya, pekan lalu,
awal Januari 2010, sebuah televisi nasional berhasil mempertemukan Sriyono
dengan sang anak.

’’Waktu itu, rasa senangnya tak terhingga. Saya bersyukur
mereka mengakui saya sebagai bapak, walaupun mereka memiliki ayah tiri warga
Inggris yang kaya,’’ ujarnya, kali ini sambil terisak.
Tampil di televisi mendatangkan keuntungan bagi usaha
Sriyono. Dalam dua pekan terakhir, omzet berjualan keliling yang biasanya hanya
Rp 200 ribu per hari naik lima kali lipat menjadi Rp 1 juta per hari. Banyak
pesanan dalam jumlah besar sehingga pendapatan berjualan berkeliling
terdongkrak. Sejak pekan lalu, seorang pengusaha getol menawari Sriyono untuk
membuka franchise siomay Yo Pink di beberapa lokasi di Jakarta.
Dia juga mendapat tawaran untuk bermain sinetron. Rundown
jadwal casting oleh sebuah rumah produksi juga sudah di tangannya. Lalu, apa
yang akan dilakukan sekarang? Sriyono menyatakan, dirinya masih berencana
meneruskan usaha berjualan dan akan membuka warung kecil di Jalan Otto Iskandar
Muda, Jakarta. Dia fokus meraih sukses lagi dengan Siomay Yo Pink itu.
’’Saya ingin anak saya bangga dengan bapaknya si penjual
siomay berkaus pink ini. Saya akan bangkit demi putri-putri saya,’’ ujarnya
lantas tersenyum.
source:
http://wawanwae.blogspot.com/2011/01/sriyono-mantan-miliarder-yang-kini-jadi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar